Posts filed under ‘Blogroll




mr

MUQODDIMAH Sudah menjadi hal yang lazim bagi setiap tugas atau pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh seseorang. Harus adanya kesiapan dan persiapan terlebih dahulu .Sebagai contoh; membangun sebuah rumah tidak mungkin bisa terlaksana kecuali ada ahli bangunan yang memiliki pengetahuan yang lengkap tentang semua permasahan yang terkait dengan bangunan.Demikian pula membangun manusia dengan proses tarbiyah membutuhkan murobbi-murobbi profesional. Proses tarbiyah pekerjaan yang sangat berat lagi tidak mudah ,karena tarbiah berati mempersiapkan manusia dengan membentuk dan memformatnya menjadi syakhsyiah muslimah da’iah setelah menghlangkan potensi negatif dan mengembangkan potensi positif pada dirinya. Tarbiah berarti berinteraksi dengan manusia makhluk yang memiliki banyak dimensi dan permasalahan yang kompleks.Orang yang berinteraksi dengan makhluk selain manusa dengan mudah dapat menundukkan dan mengendalikannya namun berinteraksi dengan manusia tidak dapat disamakan dengan berinteraksi dengan binatang atau makhluk lainnya.Oleh karena itu tidak semua orang dapat mentarbiah,bahkan orang yang sudah memiliki pemahaman yang bagus ,latarbelakang ilmiah yang yang memadai,kemampuan berbicara dan kemampuan berdialog yang baik sekalipun belum cukup untuk menjadi murobbi sukses. Mengingat mentarbiah manusia bukan pekerjaan yang ringan maka para murobbi dituntut untuk terus melakukan peningkatan kualitas diri agar menjadi murobbi yang profesional. DEFINISI MUROBBI Murobbi adalah orang yang melaksanakan proses tarbiah morabbi,dengan fokus kerjanya pada pembentukam pribadi muslim solih muslih ,yang memperhatikan aspek pemeliharaan[ar-ria’yah],pengembangan[at-tanmiah]dan pengarahan[at-taujih] serta pemberdayaan[at-tauzhif]. FUNGSI MUROBBI DI DALAM AL-QUR’AN Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang menjelaskan fungsi murobbi, seperti di dalam surat Al-Baqoroh ayat151,Ali Imron ayat 164 dan Al-Jumu’ah ayat 2.Di dalam surat Al-Baqoroh ayat 151 Allah SWT. Berfirman; Artinya; ‘‘Sebagaimana Kami telah utus kepada kamu seorang rasul[Muhammad] membacakan kepadamu ayat-ayat Kami, membersihkan jiwa-jiwa kamu, mengajarkan kepada kamu al-kitab dan al-hikmah dan mengajarkan kepada kamu apa-apa yang kamu belum mengetahuinya”. Di dalam ayat ini ada 3 poin penting yaitu; 1. Rosul diutus kepada ummatnya sebagai murobbi[kama arsalna fikum rosulan minkum] 2. Rosul dalam melaksanakan fungsi tarbiah dibekali manhaj dan penguasaannya yang benar dan utuh. [yatlu ‘alaikum ayatina] 3. Proses tarbiah yang dilakukan rosul memperhatikan 3 aspek penting yaitu; a. Mensucikan jiwa[wayuzakkikum]agar terbentuknya ruhiah ma’nwiah[mentalitas sepiritual]. b. Mengajarkan ilmu[wayu’allimukumul kitaba walhikmata] agar terbentuknya fikriah tsaqofiah [wawas an intelektua] c. Mengajarkan cara beramal [wayu’allimukum malam takunu ta’lamun] agar terbentuknya amaliah harokiah[amal dan harokah]. Jika kita perhatikan ayat di atas tazkiatun nafs [pembersihan jiwa] menjadi skala prioritas dalam proses tarbiah sebelum memberikan wawasan intelektualitan dan berbagai aktivitas,karena perubahan dan perbaikan manusia harus dimulai dari perubahan dan perbaikan jiwa sebagaimana. firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 11. Artinya; “sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu merubah keadaan dirinya’’. walapun murobbi tidak boleh menabaikan sisi-sisi yang lainnya yaitu sisi intelektualitas dan aktivitas secara seimbang dan berkesinambungan. FUNGSI MURBBI DALAM MENJALANKAN PROSES TARBIAH Murobbi dalam melaksanakan proses tarbiah atas mutarobbi berfungsi sebagai ; 1. Walid [orang tua]dalam hubungan emosional. 2. Syaikh[bapak sepiritual]talam tarbiah ruhiah 3. Ustadz[guru] dalam mengaarkan ilmu 4. Qoid [pemimpin]dalam kebijakan umum da’wah. Agar fungsi-fungsi ini dapat di perankan oleh murobbi maka murobbi dituntut untuk memenuhi keriteria dan sifat-sifat murobbi sukses. KRITERIA DAN SIFAT-SIFAT MUROBBI SUKSES Diantara kriteria dan sifat-sifat murobbi sukses sebagai berikut ; 1. Memiliki ilmu. Ilmu yang harus dimiliki seorang murobbi meliputi banyak cabang ilmu pengetahuan,diantaranya; a. Ilmu syar’i; salahsatu tujuan tarbiah dalam islam menjadikan manusia agar beribadah kepada Allah ibadah baru akan tercapai hanya dengan ilmu syar’i.Yang dimaksud dengan ilmu syar’i di sini tidak berarti bahwa seorang murbbi harus alim di bidang ilmu syar’i atau sepesialis di bidang ulum syar’iah akan tetapi ilmu syar’I yang harus dimiliki seorang murobbi adalah ilmu syar’i yang dengannya ia mampu membaca,membahas dan mempersiapkan tema-tema syar’i serta memiliki ilmu-ilmu dasar yang kemudian ia dapat mengembangkan potensi syar’inya dengan semangat belajar. b. Ilmu pngetahuan yang sesuai dengan kebutuhannya sebagai murobbi tentang situasi dan kodisi zaman dan masyarakatnya. c. Psikologi, seperti karakter manusia sesuai dengai usianya;anak-anak,remaja,dan orang dewasa, tentang motifasi naluri dan potensi manusia serta membaca tulisan-tulisan dan kajian-kajian tentang kelompok masyarakat yang dibutuhkan dalam proses tarbiah.Ini tidak berarti seorang murobbi harus psikolog atau ahli di bidang ilmu pendidikan,akan tetapi yang diperlukan murobbi adalah dasar-dasar umum ilmu jiwa dan memiliki kemampuan memahami hasil kajian dan penelitian di bidang ini. d. Mengetahui kesiapan, kemampuan dan potensi mutarobbi, dalam hal ini Rasul SAW. murobbi yang sangat tahu tentang kondisi, potensi, kesiapan dan kemampuan mutarobb, sebagai contoh ketika rosul memberikan sarannya kepada Abu Dzar al-Gifari di saat ia minta jabatan kepada rosul dalam sabdanya ; ’’Wahai Abu Dzar saya lihat kamu dalam hal ini lemah,dan saya mencintai kamu seperti saya mencintai diri saya sendiri ,kamu tidak layak untuk mempin hanya dua orang sekalipun dan tidak mampu mengelola harta milik anak yatim”.[H.R.Muslim]. e. Mengetahui lingkungan di mana mutarobbi berada/tinggal, karena lingkungan mempuanyai pengaruh yang besar terhadap kepribadaian [mutarobbi], pengetahuan tentang lingkungan mutarobbi sangat penting bagi mutarobbi sebagai bahan dalam proses tarbiah. 2. Murobbi harus lebih tinggi kualitasnya dari mutarobbi; dalam proses tarbiah terjadi timbal balik antara murobbi dan mutarobbi, terjadi proses memberi dan mengambil menyampaikan dan menerima,oleh karenanya murobbi harus lebih tinggi dari mutarobbi, tidak berarti murobbi harus lebh tua dari mutarobbi sekalipun faktor usia penting akan tetapi yang lebih penting kemampuan, pengalaman dan keterampilan murobbi harus lebih tinggi dari mutarobbinya. Karenanya Rosul orang memiliki sifat-sifat di atas semua manusia di berbagai sisi. 3. Mampu mentransformasikan apa-apa yang dimiliki; banyak orang orang besar yang tidak mampu memberikan dan menyampaikan apa-apa yang dimilikinya,karenanya ia tidak dapat mentarbiah ,walaupun memiliki kelebiahb dari sisi ilmu pengetahuan, moralitas, mentalitas dan emosional, akan tetapi karena alasan tertentu mereka mereka tidak mendapatkan pengalaman lapangan khususnya di medan Tarbiyah ia hanya memiliki wawasan tioritis tidak memlki pengalaman praktis. Orang-orang seperti ini sering dijumpai di acara-acara umum seperti kajian ilmiah, seminar, dialog wawancara dan lain-lainnya mereka padandai berbicara,kuat argumentasinya dan penyampaian materinya menarik, tapi semua itu belum cukup untuk menjadikan seseorang mampu mentarbiah. Sering kali kita terpesona dengan orang-orang seperti itu bahkan menganggap mereka memiliki potensi tarbiah yang paling baik tanpa melihat sisi-sisi yang lain. 4. Memiliki kemampuan memimpin [al-qudroh ‘alal qiadah]; kemampuan memimpin menjadi salah satu kriteria asasi bagi murobbi.dan tidak semua orang memilki kemampuan ini,ada orang yang dapat mengambil keputusan menagirial,dan ada pula yang mampu memanag perusahaan atau yayasan, akan tetapi qiadah [kepemmpinan] lebih dari itu, khususnya proses tarbiah tidak bisa dipaksakan, jika militer atau penguasa dapat menggiring manusia dengan tongkat dan senjata maka seorang yang tidak memiliki kemampuan memimpin tidak akan bisa mentarbiah orang lain. 5. Memiliki kemampuan mengevaluasi[al-qudroh ‘alal mutaba’ah]; proses tarbiah bersiafat terus menerusdan berkesinambungan tidak cukup denan arahan-arahan sesaat dan temporer dan tarbiah membutuhkan evaluasi yang berkesinambungan.untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses tarbiah maka evaluasi suatu hal yang tidak boleh diabaikan.Murobbi mengevaluasi dirinya, manhaj, sarana, media, metoda dan mutarobbi secara intensif dan integral. 6. Memiliki kemampuan melakukan penilaian [al-qudroh ‘alat taqwim]; taqwim dalam proses bagian yang tidak terpisahkan dari tarbiah itu sendiri ,murobbi harus melakukan penilaian terhadap ; a. Menilai peserta tarbiah untuk mengetahui kemampuannya,agar murobbi dapat mentarbiah sesuai dengan keadaannya. b. Menilai peserta tarbiah untuk mengetahui sejauh mana pecapaian muasofat pada dirinya dan apa pengaruhnya dalam kehidupan kesehariannya. c. Menilai program ,tugas dankendala serta solusinya . d. Menilai permasalahan tarbawiah untuk ditangani secara profesonal dan proporsional. Taqwim yang dilakukan oleh murobbi harus dilkukan secara ilmiah dan obyektif dengan berpegang pada kaidah-kaidah taqwim yang telah baku,bukan kesan pribadi atua emosional. 7. Memilki kemampuan membangun hubungan emosional[al-qudroh ‘ala binaal-‘laqoh al-insaniah]. Hubungan antara murobbi dan mutarobbi harus dilandasi kasih sayang dan cinta karena Allah.maka murobbi yang tidak menanamkan kasih sayang dan kecintaan kedam jiwa mutarobbinya , bisa dipastikan bahwa semua pelajaran dan pesan-pesannya yang disampaikan kepadanya akan berakhir dengan berakhirnya kata-kata murobbi dan tidak akan masuk kedalam hati , apa lagi untuk menjadi ilmu yang mengkristal di dalam jiwa. Allah SWT.telah mengingatkan didalam surat Ali Imron ayat 159 : ’’Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka ,sekiranya kamu bersikapkeras lagi berhati kasar tentulah menjauhkan diri dari sekelilingmu,karena itu maafkanlah mereka mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad ,maka bertawakkallah kepada Allah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya’’.

Add comment November 19, 2006

PROFIL HALAQAH

Pengertian Halaqah            Dalam manhaj 1421 H disebutkan halaqah adalah sarana utama tarbiyah sebagai media untuk merealisasikan kurikulum tarbiyah sarana utama berupa halaqah tersebut masih harus dilengkapi dengan sarana-sarana tambahan agar sasaran tarbiyah yakni pencapaian muwashafat atau karakteristik di jenjang-jenjang tersebut dapat tercapai secara optimal. Sarana-sarana tambahan antara lain rihlah, mukhayyam, daurah, seminar, ta’lim, dan penugasan.            Selain merupakan salah satu sarana tarbiyah, halaqah juga dapat didefinisikan sebagai satu proses kegiatan tarbiyah dalam dinamika kelompok dengan jumlah anggota maksimal 12 orang.            Walaupun cara mentarbiyah seseorang bisa melalui da’wah fardhiyah misalnya, halaqah tetap merupakan metode talaqqi wadah yang efektif karena terjadi proses interaksi yang intensif antara anggota halaqah. Melalui proses interaksi, tersebut diharapkan terjadi proses saling bercermin, mempengaruhi dan berpacu ke arah yang lebih baik serta melatih kebersamaan dalam ruang lingkup amal jama’i.            Dalam buku Adab Halaqah, Dr. Abdullah Qadiri menegaskan bahwa sasaran utama belajar mengajar dalam sebuah halaqah haruslah bertujuan akhir mengokohkan hubungan dengan Allah dan mampu beribadah kepada-Nya, dengan cara yang diridhai-Nya. Karena beribadah kepada Allah adalah tujuan asasi diciptakan-Nya manusia.           

Halaqah Sebagai Sarana Pembentukan Pribadi Muslim

            Halaqah sebagai sarana utama tarbiyah marhalah Pemula dan Muda juga berfungsi sebagai sarana pembentukan pribadi Muslim yang shaleh. Pribadi-pribadi yang terbentuk diharapkan memiliki sifat-sifat terpuji, perangai Islam asasi, tidak terkotori oleh bentuk-bentuk kemusyrikan dan tidak memiliki hubungan dengan pihak-pihak yang memusuhi Islam. Dalam fase tarbiyah ini diperkenalkan dasar-dasar umum Islam berupah aqidah, syari’ah, akhlaq dan jihad.           
Ada sepuluh muwashafat atau karakteristik pribadi muslim yang shaleh dengan rincian atau penjabaran yang sesuai dengan marhalah Pemula dan Muda. Sebagai contoh untuk karakteristik Saliimul Aqidah (aqidah yang bersih/selamat) seorang pribadi yang shaleh hanya akan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak berhubungan dan meminta tolong pada jin, tidak meramal nasib dan pergi ke dukun, tidak memintah berkah ke kuburan atau meminta tolong pada orang yang sudah mati dan lain-lain.
            Kemudian untuk ciri Shahihul Ibadah (ibadah yang shahih) ternampakkan bila ia berani mengumandangkan adzan, benar-benar ihsan dalam thaharah (bersuci), bersemangat untuk shalat berjama’ah di masjid, ihsan dalam shalat, berpuasa fardhu, berzakat dan qiyamul lail / shalat tahajjud minimal 1 kali sepekan.            Berikutnya untuk muwashafat Matiinul Khuluq (akhlak yang kokoh, mulia) terjabarkan dalam sikap dan perilaku yang tidak takabbur, tidak imma’ah (asal ikut, membeo), tidak berdusta, tidak mencaci maki, tidak mengadu domba, tidak ghibah (membicarakan keburukan orang lain) dan tidah mematahkan pembicaraan orang lain.            Selanjutnya, karakteristik Qadirun ‘alal kasbi (kemandirian) tercermin pada perilaku peserta halaqah ini bila ia selalu menjauhi sumber penghasilan yang haram, giat bekerja dan rajin membayar zakat, menjauhi riba, judi dan segala tindak penipuan.             Ciri Mutsaqaful Fikri (intelektualitas yang berkembang dengan baik) terwujudkan bila pribadi  ini pandai, cakap membaca dan menulis, berwawasan luas, pandai menggunakan logika berfikir yang logis dan metodologis, membaca 1 juz tafsir Al-Qur’an (juz ke 30), memperhatikan hukum-hukum tilawah, menghafalkan Hadits Arba’in (hadits ke 1-20) dan mengetahui hukum thaharah (bersuci), shalat dan berpuasa.             Sedangkan karakteristik Qawwiyul Jismi tertampakkan pada kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal, komitmen terhadap adab makan dan minum sesuai dengan sunnah, kontinyu olahraga 2 jam/pekan, bangun sebelum fajar, menghindari rokok dan minuman-minuman yang berkafein.            Selanjutnya ciri Mujahidin Linafsihi terlihat bila pribadi yang shaleh tersebut selalu menjauhi segala yang haram, tempat-tempat hiburan maksiat. Sedangkan karakter Munazhamun fi Syu’unihi tercermin bila peserta halaqah mulai memperbaiki penampilan ke arah lebih Islami serta kualitas kerja yang rapi dan profesional.            Kemudian Muwashafat Harishun Waqtihi (menjaga dan menghargai waktu) nampak bila pribadi tersebut senantiasa bangun pagi, menghindari kesia-siaan atau hal-hal yang tak berfaedah serta memanfaatkan waktu untuk beribadah, belajar, mencari nafkah dan berda’wah.            Akhirnya ciri ke sepuluh berupa Nafi’un Lighairihi (bermanfaat bagi orang lain) terjabarkan oleh sosok pribadi shaleh dengan menunaikan hak kedua orang tua, berpartisipasi dalam kebaikan seperti aktif dalam bakti sosial dan kerja bakti, pandai membahagiakan orang lain, membantu orang yang membutuhkan dan sebagainya. 

Rukun Halaqah            Halaqah memiliki rukun: Ta’aruf, Tafahum dan Takaful.            Rukun pertama (1) Ta’aruf (saling mengenal) adalah sebuah permulaan yang harus ada dalam sebuah halaqah. Dasar da’wah kita adalah saling mengenal, seyogyanyalah setiap peserta halaqah saling mengenal dan berkasih sayang dalam naungan ridha Allah SWT.            Ayat-ayat Al-Qur’an seperti Al-Hujurat ayat 10 dan 13 serta Ali Imran ayat 103 memberi arahan pokok bagaimana seseorang harus saling mengenal. Ditambah lagi hadits-hadits Nabi SAW: “Mukmin dengan mukmin lainnya ibarat satu bangunan yang saling mengokohkan”,Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya, tidak akan menzhalimi dan menyerahkannya pada musuh” dan “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal cinta, kasih sayang dan kelemah-lembutan seperti jasad yang satu”.            Ta’aruf melingkupi saling mengenal mulai hal-hal yang berkaitan dengan fisik seperti nama, pekerjaan, postur tubuh, kegemaran, keadaan keluarga. Kemudian aspek kejiwaan seperti emosi, kecenderungan, kepekaan hingga aspek fikriyah seperti orientasi pemikiran. Selain itu juga hingga mengetahui kondisi sosial ekonomi, keseriusan dalam beribadah, dan puncaknya sampai mengetahui kondisi “isi kantong” dan kegiatan harian secara detail sepekan penuh. 

            (2) Tafahum (saling memahami). Rasulullah SAW bersabda : “Seorang mukmin itu hatinya lunak. Tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak dapat menggugah hati”.(HR Imam Ahmad). Yang dimaksud dengan tafahum adalah :a.        Menghilangkan faktor-faktor penyebab kekeringan dan keretakan hubunganb.       Cinta kasih dan lembut hati c.        Melenyapkan perpecahan dan perselisihan karena pada hakikatnya perbedaan itu bukan pada masalah yang sifatnya prinsipil. 

Jika itu sudah terwujud maka tafahum akan mampu memberikan arahan-arahan positif berupa :a.        Bekerja demi tercapainya kedekatan cara pandangb.       Bekerja untuk membentuk keseragaman pola pikir yang bersumberkan pada Islam dan keberpikan pada kebenaranc.       Mempertemukan ragam cara pandang atas 2 hal yang sangat penting yakni :ü      Skala prioritas amal

ü      Tahapan-tahapan dalam beraktivitas

d.       Menuju puncak tafahum yakni memiliki kesatuan hati dan mampu berbicara dengan bahasa yang satu 

            (3) Takaful (saling menanggung beban). Hendaknya sesama peserta halaqah dilatih untuk saling memikul beban saudaranya.Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang yang berjalan dalam rangka memenuhi hajat saudaranya lebih baik baginya dari I’tikaf satu bulan di masjidku ini”, kemudian hadits lainnya “Barangsiapa memasukkan kegembiraan kepada satu keluarga Muslim Allah tidak melihat balasan baginya kecuali surga”            Takaful memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut :1 Saling mencintai, adanya kasih sayang dan keterkaitan hati.2. Bahu membahu dalam berbagai pekerjaan yang menuntut banyak energi3. Tolong menolong sesama muslim 4. Saling menjamin (takaful) dalam ruang lingkup halaqah baik dengan murabbi maupun dengan sesama peserta halaqah.Adab-adab Halaqah  

            Agar sebuah halaqah dapat dikategorikan sebagai halaqah muntigah (berhasil guna) tentunya ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh semua komponen halaqah dalam hal ini adalah murrabi dan mutarabbi.            Dr. Abdullah Qadiri dalam buku Adab Halaqah menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah:1.       Serius dalam segala urusan, menjauhi senda gurau dan orang-orang yang banyak bergurau. Yang dimaksudkan serius dan tidak bersenda gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menajdi kaku, tegang, dan gersang, melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih sayang, gurauan yang tidak melampaui batas atau berlebih-lebihan. Jadi canda ria dan gurauan hanya menjadi unsur penyela/penyeling yang menyegarkan suasana dan bukan merupakan porsi utama halaqah.2.       Berkemauan keras untuk memahami aqidah Salafusshalih dari kitab-kitabnya seperti kitab Al-’Ubudiyah. Sehingga semua peserta halaqah akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan aqidah. 3.       Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dengan jalan banyak membaca, mentadabbur ayat-ayatnya, membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits dan lain-lain.4.       Menjauhkan diri dari sifat ta’asub (fanatisme buta) yang membuat orang-orang yang taqlid terhadap seseorang atau golongan telah terjerumus ke dalamnya karena tidak ada manusia yang ma’shum (bebas dari kesalahan) kecuali Rasulallah yang dijaga Allah. Sehingga apabila ada perbedaan pendapat hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya kebenaranlah yang wajib diikuti, oleh karenanya tidak boleh mentaati makhluk dalam hal maksiat pada Allah.5.       Majlis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah dan namimah terhadap seseorang atau jama’ah tertentu. Adab-adab Islami haruslah diterapkan antara lain dengan tidak memburuk-burukan seseorang.6.       Melakukan Ishlah (koreksi) terhadap murabbi atau mutarabbi secara tepat dan bijak karena tujuannya untuk mengingatkan dan bukan mengadili.7.       Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menetapkan skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya. 

            Selain adab-adab pokok tersebut, secara lebih spesifik ada adab yang harus di penuhi oleh peserta/anggota halaqah terhadap diri mereka sendiri, terhadap murabbi, dan sesama peserta halaqah. Mula-mula seorang peserta halaqah hendaknya memiliki kesiapan jasmani, ruhani, dan akal saat menghadiri liqa halaqah ia semestinya membersihkan hati dari aqidah dan akhlaq yang kotor, kemudian memperbaiki dan membersihkan niat, barsahaja dalam hal cara berpakaian, makanan dan tempat pertemuan. Selain itu juga besemangat menuntut ilmu dan senantiasa menghiasai diri dengan akhlaq yang mulia.            Selanjutnya terhadap murabbi hendaknya ia tsiqah (percaya) dan taat selama sang murabbi tidak melakukan maksiat. Lalu berusaha konsultatif atau selalu mengkomunikasikan dan meminta saran-saran tentang urusan-urusan dirinya kepada murabbi. Selain itu ia juga berupaya memenuhi hak-hak murabbi dan tidak melupakan jasanya, sabar atas perlakuannya yang boleh jadi suatu saat tidak berkenan, meminta izin dan berlaku serta bertutur kata yang sopan dan santun.            Dan akhirnya adab terhadap kolega, rekan atau sesama peserta halaqah: mendorong peserta lain untuk giat dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti tarbiyah. Lalu tidak memotong pembicaraan teman tanpa izinnya, selalu hadir tidak terlambat dan dengan wajah berseri, memberi salam, bertegur sapa dan tidak menyakiti perasaan. Selain itu terhadap lingkungan di sekitar tempat halaqah berlangsung, hendaknya semua peserta halaqah selalu menunjukkan adab-adab kesantunan, mengucapkan salam, meminta izin ketika melewati mereka dan pamit bila akan pulang serta melewati mereka lagi. 

Agenda Aktivitas Halaqah            Agenda aktivitas halaqah atau baramij halaqah adalah sesuatu yang harus dirancang dan direncanakan dengan matang dan seksama. Ayat Al-Qur’an di surat Al-Hasyr ayat ke 18 yakni: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, hendaklah setiap diri memperhatikan bekal apa yang sudah dipersiapkannya untuk hari esok, bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”, mengingatkan bahwa agenda aktivitas halaqah harus di “planning”, direncanakan dengan baik agar ia tidak sekedar menjadi tempat temu kangen, ngobrol-ngobrol yang tentu arah dan sedikit diselingi dengan materi tarbiyah, lalu diakhiri dengan makan siang.            Kita tidak bisa mengatakan: “Ah bagaimana nanti saja”, melainkan kini paradigmanya harus dibalik: “Bagaimana nanti seandainya tidak direncanakan dengan baik”.            Agenda aktivitas ini bisa direncanakan dan dibuat dalam rentang waktu per pekan, per bulan atau per tiga bulan dan kalau perlu agenda acara atau baramij selama 1 tahun penuh sudah dirancang sebelumnya.            Terlepas dari rancangan agenda acara yang setahun sekali atau sebulan sekali, yang jelas baramij halaqah yang pokok, yang harus ada dan secara tertib dilaksanakan setiap pekan adalah sebagai berikut:1.       Iftitah (pembukaan) bisa berupa taujih (pengarahan) dari murabbi atau sekilas info berupa analisis atas masalah da’wah atau kejadian-kejadian yang actual di masyarakat.2.       Infaq, kotak infaq (sunduq infaq), diedarkan di awal acara selagi konsentrasi para peserta halaqah masih penuh, karena jika dikahir acara dikhawatirkan konsentrasi sudah buyar, ada saja yang lupa atau peserta-peserta sudah terlanjur bubar.3.       Tilawah dan tadabbur. Hendaknya ditunjuk koordinator yang mengawasi yang dipilih dari peserta halaqah yang paling baik bacaannya. Hendaknya semua menyimak dan dilanjutkan bersama-sama mentadabburinya agar diperoleh keberkahan dan rahmat dari Allah.4.       Talaqqi madah, murabbi lalu menyampaikan materi tarbiyah untuk marhalah Pemula dan Muda secara disiplin dan cermat agar muwashafat yang diharapkan dari materi tersebut dapat terwujud dalam diri peserta halaqah.5.       Mutaba’ah/pemantauan dan diskusi6.       Ta’limat/pemberitahuan-pemberitahuan tentang rencana-rencana berikut atau info-info penting yang mendesak7.       Ikhtitam berupa do’a penutup yakni do’a rabithah atau do’a persatuan hati. 

            Selain agenda pokok rutin yang dilaksanakan per pekan, acara yang secara rutin sebulan sekali dilakukan juga dapat direncanakan secara baik. Misalnya acara jalasah ruhi atau buka shaum sunnah sebukan sekali. Atau ziarah sebukan sekali bergiliran ke tempat setiap peserta halaqah dengan tujuan mempererat ukhuwwah. Acara yang diselenggarakan bisa berupa saling tukar hadiah. Bisa juga acara ziarah itu berupa ziarah yang insidental dan tidak direncakan seperti menjenguk peserta halaqah yang sakit atau melahirkan.            Kemudian sebulan sekali bisa pula dilakukan acara diskusi, bedah buku, penugasan kliping atau daurahupgrading” dengan mengundang guru dari luar. Setiap tiga bulan sekali atau 6 bulan sekali bisa diadakan acara rihlah atau piknik bersama ke puncak atau pantai misalnya. Acara-acara sepertiini bisa menjadi sarana taqwim/penilaian yang efektif karena seseorang akan terlihat sifat aslinya bila sedang menjadi musafir juga akan terlihat apakah ia mau berinisiatif berkerjasama dsb.            Untuk mengasah kepekaan dan tanggung jawab sosial, peserta halaqah dilatih untuk rutin, memberikan bantuan dan mengunjungi panti asuhan atau yatim piatu, bakti sosial atau penjualan sembako murah, khitanan massal dan pengobatan gratis di daerah kumuh dan penggalangan dana bagi Mujahid-mujahid di dunia Islam seperti Palestina,
Ambon dll.
            Sementara untuk melatih dan meningkatkan kemampuan da’wiyah bisa berupa penugasan untuk mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an), membina remaja masjid dsb.            Acara tahunan berupa Tarhib Ramadhan dan ‘Idul Fitri bisa disemarakkan dengan menjadikan ifthar shaim untuk dhu’afa, musafir atau piknik bersama dan pemberian Kiswatul ‘Id dalam acara misalnya Gebyar ‘Idul Fitri (Gembira bersama yatim di saat ‘Idul Fitri)            Selanjutnya karena tarbiyah melingkupi 3 aspek yang ada pada manusia yakni jasmani, rohani dan intelektualitas (jism, ruhi dan fikri), maka agenda acara yang dibuatpun harus memperhatikan dan mengasah ketiga aspek tersebut.            Di aspek jasmani bisa berupa penyuluhan pola hidup dan pola makan yang sehat, pemeriksaan kesehatan dan olahraga yang rutin seperti senam bagi wanita dan sepakbola, jalan kaki atau bulu tangkis bagi laki-laki.            Aspek fikriyah bisa diasah dengan sering menjadi panitia atau peserta seminar bedah buku, membaca kitab-kitab Hadits dan Sirah Nabawiyah, biografi sahabat-sahabat Rasulullah SAW dengan sumber-sumber rujukan seperti Riyadhus Shalihin, Sirah Ibnu Hisyam, Fiqh Sirah M. Ghazali, Said Ramadhan Al-Buthi, Fiqh Sirah Munir Muhammad Ghadban, Manhaj Haraki Lis Sirah An-Nabawiyah.            Berikutnya aspek ruhiyah dapat disentuh dengan daurah-daurah ruhiyah, daurah “upgrading”, tahsin dan tahfizh, mutaba’ah tilawah, membaca Ma’tsurat, shaum sunnah, ifthar shaim, bergaul, ziarah ke orang-orang shaleh, membaca kitab Targhib wa Tarhib.            Sebagai pelengkap agar peserta halaqah juga memiliki skill atau ketrampilan, faktor fanniyah pun perlu diasah dengan mengadakan kursus dan pelatihan masak memasak, jahit menjahit, kewiraniagaan, mengemudi motor atau mobil dan jurnalistik.            Bila baramij halaqah tersebut direncanakan dan dilakksanakan secara baik, cermat dan konsisten agar ahdaf halaqah terealisir. 

Karakteristik Halaqah Pada Segmen-segmen Tertentu            Secara prinsip tidak ada perbedaan mendasar antara halaqah yang satu dengan yang lain walaupun peserta-pesertanya terdiri dari segmen masyarakat yang berbeda misalnya segmen akhwat dan mahasiswa.            Sebenarnya juga tidak ada keharusan bahwa halaqah harus homogen atau terdiri dari peserta-peserta halaqah yang sejenis atau seprofesi, namun memang lebih mudah buat seorang murabbi untuk mengarahkan bila dalam satu kelompok halaqah tidak terdapat kesenjangan intelektualitas, pemikiran atau perbedaan latar belakang yang mecolok.            Oleh karena itu kita mengenal adanya halaqah buruh, pelajar, mahasiswa atau akhwat dan halaqah akhwat masih bisa dirinci halaqah akhwat yang mahasiswi, buruh atau pelajar. Sesuai dengan perbedaan taraf inetelektualitas, kedewasaan dan latar belakang memang ada perbedaan spesifik di antara jenis-jenis halaqah tersebut. 

Halaqah Pelajar            Dalam hadits disebutkan tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah di mana tidak ada naungan selain naungan Allah, di antaranya adalah pemuda yang tumbuh berkembang dalam ibadah dan pemuda yang lekat hatinya dengan masjid. Pelajar sebagai awal dari rentang usia seorang pemuda atau lazim pula disebut ABG (Anak Baru Gede) berada di masa-masa transisi/pubertas. Masa-masa ini sulit karena kematangan biologis, seksual pada diri mereka tidak dibarengi kematangan ruhani dan fikriyah (intelektualitas) sehingga dampak berupa kenakalan remaja, tawuran, keterjeratan/keterperangkapan pada narkoba dan pergaulan bebas semakin marak.            Seyogyanyalah sejak usia SLTP dan SMU, mereka mulai dilirik dan dibidik sebagai sasaran da’wah dengan tetap memperhatikan kekhasan dunia mereka sebagai ABG sehingga acara seperti wisata ruhani, olah raga dan kesenian dapat digunakan sebagai daya tarik sebuah halaqah pelajar. 

Halaqah Mahasiswa            Mahasiswa dikenal sejak dulu sebagai agen perubahan. Kekhasannya sebagai segelintir elit pemuda yang terdidik, dinamis dan peka serta memiliki nurani yang tajam membuat ia menjadi sasaran utama da’wah.            Umar ibnul Khathab r.a pernah berkata: “Kalau ingin menggenggam dunia, genggamlah para pemudanya”. Dan memang sejarah mencatat setiap terjadi perubahan besar di masyarakat, hampir bisa dipastikan mahasiswalah ujung tombaknya.            Karena itulah pembinaan halaqah mahasiswa harus memperhatikan kekhasan mahasiswa berupa aspek intelektualitas dan dinamikanya yang tinggi. Kegiatan penugasan untuk menjadi peserta atau panitia seminar, diskusi panel, pentas seni di kampus sendiri atau di kampus-kampus lain sebagai studi banding adalah sarana yang baik untuk mengasah kemampuan ilmiah, da’wah dan bekerja dalam sebuah team work.            Selain mereka disupport untuk aktif melakukan da’wah ammah di lingkungan kampus, mereka pun hendaknya secara berkala di up grade melalui daurah-daurah tarqiyah (up grading). Dengan kata lain mereka tetap menjadi sasaran da’wah khosshoh yang utama agar mereka senantiasa mendapatkan back up/daya dukung ruhiyah yang memadai.            Halaqah Buruh/Pekerja            Buruh yang kini lebih dan ingin dikenal sebagai kelompok pekerja tak pelak lagi merupakan salah satu komponen masyarakat yang penting karena merekalah yang turut menggerakkan roda-roda ekonomi dan industri.             Merekapun rentan terhadap hasutan dan penguasaan kaum sosialis atau marxis yang juga berkepentingan mendekati, menggarap dan membina para pekerja ini yang mereka anggap dan sebut sebagai kaum proletar.           
Para pekerja ini umumnya memang memiliki taraf intelentualitas yang terbatas karena umumnya lulusan SD, SLTP atau maksimum SMU, namun tak berarti mereka sulit disentuh dan dibina. Asal kita bisa mengarahkan dengan pas, faham jadual kerja mereka yang acapkali berganti-ganti shift, mereka bisa menjadi kader da’wah yang handal dan motor penggerak paling tidak di kalangan pekerja pula.
            Bahkan Majalah Ummi dulu sempat mencatat sekitar tahun 1993 – 1996 ketika membuka dompet Bosnia bagi pembaca yang ingin membantu saudara-saudaranya di
Bosnia, bahwa banyak sekali pekerja-pekerja wanita dari beberapa pabrik tertentu yang rutin menyalurkan infaq mereka.
 

Halaqah Akhwat            Seyogyanyalah seorang murabbi bagi halaqah ini adalah juga akhwat, karena hanya wanitalah yang mengetahui secara lebih mendalam kekhasan-kekhasan kejiwaan seorang wanita. Kecuali dalam keadaan terpaksa misalnya ketiadaan akhwat yang mampu.            Walaupun tidak ada perbedaan tugas, kewajiban dan hak-hak selaku hamba Allah, wanita tetap memiliki hak dan kewajiban yang spesifik sebagai seorang anak wanita, istri dan ibu. Sehingga selain diajarkan hal-hal yang pokok seperti aqidah, ibadah dan syari’ah, akhlaq dan jihad, kepada halaqah akhwat ini juga harus diberikan materi-materi yang dapat mengasah kewanitaannya seperti daurul mar’ah (peranan wanita), tarbiyatul aulad (pendidikan anak), Fiqh Nisa’ (fiqh wanita) seperti thaharah (bersuci), haid dsb dan Tarajimun Nisa’ (biografi wanita-wanita teladan dalam sejarah Islam).            Bahkan perlu ditambah pula pekan-pekan khusus seperti pekan terakhir di setiap bulan berupa pembekalan fanniyah yang berkaitan dengan ke”rabbatul bait”an (kerumahtanggaan) seperti kursus memasak, menjahit, menata rumah, merangkai bunga dan juga ketrampilan lain seperti memotong rambut dan mengemudi. Dalam hal evaluasi tarbiyah juga perlu diperhatikan pula tingkat kepekaan, kedewasaan  kewanitaan dan tingkat kecondongan mereka pada fitrah kewanitaan mereka di samping kekuatan iman dan kontinuitas ibadah serta keutamaan akhlaq.            Proses pembinaan akhwat perlu memperhatikan peluang berupa athifiyah (kelembutan) dan kepekaan wanita dalam bersegera menyambut kebaikan namun ancaman berupa ketidakstabilan emosi dan friksi-friksi dengan murabiyyah atau dengan sesama peserta halaqah perlu diwaspadai dan disiasati.            Kendala-kendala seperti cobaan keterlambatan mendapat jodoh atau bila sudah berumah tangga kekurangcakapan menata beban-beban baru seperti tugas-tugas kerumahtanggaan dan anak dapat mengendurkan semangat dan menurunkan aktivitas serta produktivitas akhwat.            Seyogyanyalah halaqah akhwat perlu ditata, direncanakan dan ditangani secara lebih matang dan serius oleh tenaga-tenaga pembina yang handal.Waallohu A’lamu bisshawab.

Add comment November 19, 2006

  • April 2024
    M T W T F S S
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    2930  
  • Blog Stats

    • 9,385 hits
  • Recent Comments

    men's slimming vest on Hello world!
    romance package hote… on Hello world!
    DJ Ortega on Hello world!
    how deep is your lov… on Hello world!
    best blender on Hello world!
  • Top Posts

  • Meta

  • Archives

  • Categories

  • Pages

  •